01 January 2009

Atom Alam Semesta

Petikan surat Bindu:
Urmi, sungguh misterius.
Betulkah dia ada? Apakah dia nyata, seperti tubuhku nyata?
Karena tidak semua orang, kuduga, menyadari kehadiran Urmi.
Di tengah keramaian, orang menyapaku, tapi tidak menyapa Urmi.
Di jalan, orang berbicara padaku, tidak pada Urmi.

Jangan-jangan, Urmi hanyalah kreasi pikiranku sendiri?
Tidak mungkin. Urmi tahu banyak hal, yang aku tidak tahu. Dia mampu melakukan banyak hal, yang aku tidak bisa.

Pagi itu, aku duduk bersisian dengan Urmi, di tepi sebuah kolam. Cahaya matahari pagi, memantul keemasan, di atas permukaan air.
Aku meraih kolam, menampung segenggam air dengan dua belah telapak tangan, mengamatinya di depan Urmi.

“Lihat Urmi, di tanganku, di hadapan matahari, air ini tampak berkerlip-kerlip. Ketika jumlah air di tanganku ini berkurang, kemana hilangnya kilau cahaya itu? Bagiku, ini sangat menakjubkan. Sifat suatu benda, ternyata bisa sangat berbeda, dari sifat komponen penyusunnya. Sifat air, sungguh beda dari sifat Hidrogen atau sifat Oksigen. Penampilan alam ini sungguh beda, dengan penampilan atom-atom penyusunnya.”

Urmi tersenyum, “Bindu, alam semesta bukan terdiri dari atom-atom.”
Aku menengok ke arah Urmi, “Bagaimana mungkin? Para ilmuwan telah mengungkap eksistensi atom dengan beragam cara. Verifikasi tentang kenyataan itu, sudah tak terhitung lagi. Pada titik tertentu, segala benda di alam ini, terdiri dari atom-atom.”

“Bukankah kemudian ditemukan, atom-atom bukan bahan paling mendasar dari benda-benda? Atom-atom, masih bisa dipecah lagi.”
“Memang kemudian ditemukan partikel-partikel sub-atom, sebagai pembentuk atom-atom.”
“Apakah kemudian, partikel sub-atom itu dianggap sebagai bahan dasar segala benda?”
“Hm. Memang kemudian ditemukan juga, aneka partikel penyusun partikel sub atom. Lebih mendasar daripada sub-atom. Mungkin bisa disebut partikel sub-sub-atom.”
“Apakah kau menduga, perburuan partikel dasar sudah berhenti disitu?”
“Aku tidak tahu. Apakah para ilmuwan itu, keliru?”
Urmi tersenyum, “Tidak. Tapi dari sudut pandangku, mereka hanya melihat setengah cerita.”


“Maksudmu?”
“Begini. Coba sebutkan suatu tempat di alam semesta ini. Syaratnya, tempat itu tidak pernah diamati oleh siapapun.”
“Bagaimana mungkin? Justru karena pernah diamati dan dikenali, maka tempat itu bisa disebutkan!”
“Tepat. Pengamat, tidak bisa dilepaskan dari hasil pengamatan.”

“Tunggu dulu. Bukankah itu permainan kata-kata saja? Tentu tetap ada sesuatu di luar sana, terlepas dari pengamatan kita?”
“Sebetulnya, itu keberadaan yang tidak ada artinya. Segala hal jadi berarti, saat berada dalam pengamatan kita. Dan ini bukan permainan kata-kata. Ini sifat dasar alam semesta.”
“Selama ada yang diamati, juga ada yang mengamati.”
“Betul. Kadang kita menyebut mekanisme ini, sebagai ‘kesadaran’.”

“Baiklah. Anggap aku mengakuinya. Apa hubungannya dengan atom-atom?”
“Atom-atom itu tidak ada. Yang ada, adalah ‘kesadaran tentang atom’.”
“Maksudmu, di tingkat apapun, alam semesta terbentuk dari yang diamati dan yang mengamati, sebagai satu kesatuan.”
“Betul. Itulah pengalamanku. Menyebut alam semesta tersusun dari atom-atom, sama seperti menyebut kubus terbentuk dari tiga bidang.”

“Padahal kubus terdiri dari enam bidang. Tiga bidang saja, tidak bisa membentuk kubus.”

“Ya. Seberapa keras-pun kita meneliti tiga bidang itu, kita tak kan pernah memahami bentuk lengkap kubus.”

Aku diam saja, tetap bertanya-tanya dalam hati. Aku melihat Urmi tersenyum lagi. Tak heran, kelihatannya, Urmi bisa merasakan isi pikiran. Aku basuh saja wajahku, dengan air kolam segar berkilauan itu. *

2 comments:

  1. Hmmmmm....tulisan semacam ini akan lebih 'lezat' di nikmati seraya menyeruput teh hangat di sebuah tempat tinggi di kawasan Dago he he he.. antara sadar dan menyadarkan...,lalu.. siapa gerangan foto wanita berjubah itu kak miko?? hehe.

    ReplyDelete
  2. Itu Urmi, he he he.

    ReplyDelete