31 January 2009

Ada

Petikan surat Bindu:
Urmi adalah anggota Bangsa Nor. Tiap insan Nor, bagiku, antara ada dan tiada. Kadang aku berpikir, saat aku bertemu Urmi, sebetulnya aku bertemu pikiranku sendiri.

Urmi jelas beda dengan manusia biasa. Sering sekali, kehadiran Urmi tidak disadari. Seperti tembus pandang, dia tak terlihat.
Aku pernah menduga, Urmi yang luar biasa cantik, hanyalah konsep atau perasaan. Semacam perwujudan kecantikan. Tiap orang merasa sentuhannya, tapi tidak semua orang menyadari penuh kehadirannya.

Pagi itu, aku berjalan kaki di lereng sebuah gunung, ketika tiba-tiba saja, Urmi berjalan di sisiku. Aku sampaikan saja lintasan pikiranku. “Urmi, apakah kau ini memang ada?”

Urmi tersenyum, “Mengapa keberadaanku kau ragukan, Bindu?”
“Jangan-jangan, kau hanyalah karya pikiranku sendiri?”
Urmi tergelak. “Ya. Bisa saja, aku adalah ciptaan pikiranmu. Tapi sesungguhnya, bagimu, aku tetap ada.”
“Maksudmu?”
“Begini. Kau memang bisa meragukan keberadaan ‘Urmi’. Tapi kau tidak bisa meragukan keberadaan ‘Pengalaman pribadimu tentang Urmi’.”

Mungkin aku mengerutkan dahi, hingga Urmi melanjutkan, “Sangat mungkin, Urmi sebetulnya tidak ada. Atau, Urmi hanyalah sebentuk mimpi belaka. Tapi tetap saja, ‘Pengalaman pribadimu tentang Urmi’, ada.”
“Tolong teruskan.”

Urmi menyodorkan tangannya, yang tiba-tiba saja memegang setangkai bunga. “Apa yang kau lihat?”
“Sekuntum bunga indah.”
Entah bagaimana, bunga itu berubah menjadi sebutir permata. “Apa yang kau lihat?”
“Sebutir permata berkilauan.”
Di depan mataku, permata itu memudar, lalu menghilang. “Apa yang kau lihat?”
Aku menyentuh telapak tangan Urmi, memastikan permata itu memang lenyap. “Permata itu menghilang.”

Urmi tersenyum, “Objek bisa berubah. Dan memang selalu berubah. Tapi pengalamanmu, bahwa kau melihat sesuatu, bahwa kau menyentuh sesuatu, bahwa kau mendengar sesuatu, tidak berubah. Pengalaman pribadimu ini, bahwa kau merasakan sesuatu, apapun sesuatu itu, tetap ‘Ada’.”

“Seperti ‘Aku meragukan, maka aku ada’? Atau ‘Aku berpikir, maka aku ada’?”
“Mirip, tapi tidak serupa. Bukan hanya engkau yang ada. Segala bentuk pengalaman pribadimu ini, ada. Saat kau berpikir, kau menyadari, pengalaman pribadimu berisi berbagai hal.”
“Maksudmu, dengan ‘Aku berpikir’, maka ‘Kegiatan berpikir’-lah yang ada. Bukan hanya ‘Aku’ yang ada.”

Urmi mengangguk, tersenyum. “Jalan pikiran itu berlaku, bukan hanya untuk berpikir. Itu berlaku untuk segala kegiatanmu, seperti melihat, mendengar, berjalan atau bermain.”
Aku mengerti maksud Urmi. “Misalnya ‘Aku melihat bunga’. Itu berarti, paling sedikit, ada tiga jenis pengalaman pribadiku, yang ‘Ada’.”

Urmi mengangguk-angguk, aku melanjutkan, “Pertama, ada ‘Pengalaman pribadiku tentang aku’. Kedua, ada ‘Pengalaman pribadiku tentang melihat’. Dan ketiga, ada ‘Pengalaman pribadiku tentang bunga’.”
“Ha ha ha. Sebetulnya kau akan kesulitan memisahkan tiga hal itu. Tapi kira-kira begitulah.”

Aku coba menyimpulkan, “Meskipun hal yang kulakukan berubah-ubah, mulai dari berpikir, bermimpi, berjalan atau melihat, dengan objek yang juga berubah-ubah, mulai dari permata, bunga hingga tiada apapun juga, ‘Pengalaman pribadiku’ tetap saja ‘Ada’.”

Urmi tersenyum lebar. “Cara berpikirmu sudah mendekati cara berpikir Bangsa Nor.”
Aku tersenyum. Membayangkan diriku mengambang antara ada dan tiada... *

No comments:

Post a Comment